Sebenarnya aku ga tahu harus memulai darimana, yang
kutahu itu sebenarnya mendaki pusuk puhit hingga ke puncaknya adalah salah satu
alasan kenapa aku memilih bersekolah di SMA Budi Mulia.
Sejak awal aku masuk ke sekolah itu, aku berpikir
apakah aku bisa merasakan surganya BoeMi di kelas dua atau tidak. Aku selalu
menunggu, menunggu dan menunggu. Hingga pada akhirnya laporan hasil semster
duaku menunjukkan bahwa aku naik kelas. Banyak yang mengatakan kalau kelas dua
itu adalah surga dan nerakanya BoeMi.
Surganya itu ketika:
1. Outbound
Ini
dilaksanakan disemester ganjil, tempatnya di Nagahuta. Selama 3 hari 2 malam,
hari-hari kami penuh dengan bermain dengan permainan yang cukup menantang
2. Retret
Kalau
program sekolah yang kedua ini dilaksanakan diawal semester genap, tepatnya
bulan Januari. Dilaksanakan di Rumah Retret Samadi Maranatha, Berastagi. Disini
kami para pendekar berubah menjadi pendeta untuk sementara waktu, akka na talak babana gabe markurang talak na.
Kerja kami duduk, diam, menangis, bermenung, dsj.
Tapi ketika
hari kedua, tepatnya sewaktu game,
nampaklah asli kami kayak mana.
Karena, kami disuruh untuk menyembunyikan harta kami (pulpen) sesuka hati kami
disekeliling Maranatha. Kami berpikir kalau yang mengambil itu teman kami,
supaya mereka mengalami kesulitan dalam mencarinya. Banyak diantara kami
menyembunyikan ke tempat yang sangat jauh, dan sulit dijangkau. Ada yang dekat
tapi untuk mengambilnya mesti
melompat. Setelah kami semua selesai menyembunyikan harta kami, kamipun disuruh
berkumpul membentuk satu lingkaran
bersama kelompok kami kemudian kaki kamipun diikat bersama kaki teman kami yang
disamping. Dari sini kelihatanlah belang kami *ups
3. Camping
Ini katanya
surga terakhir di kelas dua, tapi gak semua murid bisa merasakannya karena ini
tak diwajibkan. Tapi kebanyakan lebih memilih ikut dibanding tidak,
keberangkatan untuk camping ini
dilaksanakan setelah pembagian hasil belajar selama dua semester, untuk kelas
kami kegiatan ini berlangsung selama 4 hari 3 malam dan dilaksanakan di Aek Rangat, Pangururan. Selama camping ini bisa dikatakan ada satu
istilah yang bisa dipakai yaitu MMNB alias mate-mate
na burju.
Kami mulai
mendaki sekitar pukul 22.00 WIB tapi sebelum mendaki kami diberi arahan dulu,
yaitu:
Ø Ga boleh memanggil nama asli
Ø Senter ga boleh
liar
Ø Ga boleh ngomong
sembarangan
Ø Ga boleh sendiri
Ø Ga boleh
mengkhayal
Ø Kalau mau melakukan sesuatu yang tidak biasa, mis:
Buang Air Kecil mesti bilang santabi da ompung
Ø Sikap mesti dijaga
Jreng-jreng, pertarungan segera dimulai. Kami mengawalinya
dengan berdoa yang dipimpin oleh Bapak wali kelas kami meskipun beliau tak ikut
mendaki bersama kami wkwk. Kami kesana bersama pendamping kami Pak B. Purba,
dan beberapa alumni. Sebenarnya yang mendaki tak hanya kami, ada rombongan dari
2S1 dan 2A4 juga.
Ternyata tak semenyenangkan yang kami bayangkan,
banyak gangguan alam yang mesti kami hadapi. Beberapa teman kami tak bisa
sampai ke puncak karena berbagai faktor. Ada yang setengah jalan, sepertempat
jalan bahkan tak mendaki sama sekali. Namun iu tak menjadi masalah bagi kami.
Untuk mendaki
hingga ke puncak, kami mesti melewati jalan yang ilalangnya sangat banyak,
jalannya berlika-liku banyak batunya, bahkan ada jalan yang mesti dilewati
dengan tali karena jalannya nyaris lurus keatas. Hingga ke puncak kedua, kami
masih merasa aman-aman saja, belum merasakan yang namanya dingin. Segala yang
kami pakai masih memberi kehangatan kepada kami, suasana berubah ketika tali
untuk membuka jalan sedang dibuat. Kami mulai menggigil kedinginan, dan
barang-barang kami berembun. Kedinginan itu juga disponsori karena selama
mendaki hingga puncak kedua kami keringatan, itu membasahi pakaian kami. Untuk
mengatasi itu, kamipun diwajibkan untuk meminum anggur merah, dan yang
laki-lakipun diberi kebebasan untuk merokok. Perjuangan unntuk sampai di puncak
hampir selesai, angin begitu kencang, tenaga untuk mendaki semakin terkuras,
perjalanan semakin ekstrim. Ketika kami bertanya, “lama lagi sampai bang?”
mereka hanya menjawab,”iya dek. Itu puncaknya udah dekat. Tinggal 100m lagi”
tapi kami tak kunjung sampai, dengen penuh semangat akhirnya kamipun sampai di
puncak. Sayang alam kurang berpihak pada kami, ketika kami sampai malah kabut tapi itu tak mengurangi
semangat kami. Yang penting SUDAH SAMPAI DI PUNCAK PUSUK BUHIT KETIKA KELAS 2
SMA! Kamipun mengambil kesibukan masing-masing, ada yang istirahat merbahkan
badannya diatas tanah yang dikelilingi ilalang, ada yang memasang api unggun,
ada yang berfoto-foto (biar kelihatan kalau udah sampai di puncak pusuk buhit)
dan ada juga yang berdoa. Diyakini kalau Ompung
Mula Jadi Na Bolon memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tuhan,
sehingga kalau berdoa disitu diyakini alau Ompung itu membantu menyampaikannya
kepada Tuhan. Disana KAMI BERDOA KEPADA TUHAN, OMPUNG ITU HANYA SEBAGAI
PERANTARA SAJA.
Perjuangan kami hingga sampai kesana sekitar delapan
jam, hingga pada akhirnya kegiatan kamipun ditutup dengan bernyanyi Oh Tuhanku,
sungguh kuterpesona melihat ciptaan-Mu di dunia….. dan berakhir dengan doa yang
dipimpin Bapak M. Simarsoit.
Kamipun harus turun dengan jalan yang sama, yang
berbeda itu hanya ketika mau ke puncak mesti mendaki namun ketika mau turun
kayak luncuran karena menurun wkwk. Silama di perjalanan, kami punya rem tangan
dan rem kaki. Rem tangan itu memgang ilalang dan rem kaki itu kaki kami
sendiri-_- tantangan lebih menyakitkan pas
turun karena sudah semakin cerah, tenaga sudah dikuras dan belum makan. Banyak
yang mulai berpeolan, jatuh dengan
berbagai gaya. Ada yang jatuh dengan terduduk, ada yang jatuh menimpa kawan,
ada yang jatuh mendorong kawan, dsj. Beberapa kali dicoba untuk berhenti tapi
tenaga tak sepenuhnya pulih, ternyata minum dan memakan kue tak juga mampu
memberikan energi. Demi kawan, awak rela menunggu! Dan kawan, rela juga
menunggu awak!
Seperempat jalan lagi harus kami lalui supaya sampai
dicamp tapi apa daya kami kehilangan
arah, tak tahu arah jalan pulang haha. Akupun mulai berteriak dan untungnya Pak
M. Simarsoit mendengarnya. Suaranya tak kudengar begitu jelas, karena jarak
yang cukup jauh, jalan yang semakin menyeramkan, sempit dan ilalangnya banyak.
Jalan ini jalan baru yang ditunjukkan kepada kami, beliau hanya
mengatakan.”lihat ada kayu yang ditancapkan disitu. Ikuti saja itu terus”
akupun melihat ke bawah tapi tak menemukan kayu yang sudah ditancapkan,
kebetulan jalan yang bisa dilalui hanya itu saja ya kuikuti ajalah. Karena
kawanku agak jauh diatasku, teriakan adalah kunci untuk dapat sampai kebawah.
Dan kamipun saling berteriak supaya dapat mengetahui keberadaan satu sama lain.
Hingga pada akhirnya kamipun sampai ditempat yang kami tuju. Puji Tuhan, kami
bisa sampai dengan selamat! J
Keesokan harinya, kamipun mulai mengunjungi beberapa
tempat yang ada disekitar sana. Misalnya:
·
Batu Hobon
·
Tugu si Raja
Batak
·
Aek Sipitu
Dai
Di Batu Hobon, kami berdoa. Diyakini kalau berdoa disini biasanya terkabul,
tempatnya ini sejuk. Hihi, menurut cerita batu ini sudah beberapa kali dicoba
untuk diambil tapi selalu gagal. Batu ini bisa dikatakan berukuran besar, dan
menurut cerita juga didalam batu ini tersimpan harta si Raja Batak yang pertama
yaitu kepala kuda. Kalau dilihat dari sisi samping depan, bentuk batu ini kayak
bentuk Love.
Di Tugu si Raja Batak ini, banyak patung. Ada patung Raja, isteri-isteri
Raja, anak-anaknya. Ya aku ga taulah entah apa-apa aja namanya tapi intinya itu
patung. Disini juga katanya ga boleh sembarangan. Wiiii
Terakhir, di Aek Sipitu Dai. Ada tujuh pancuran air dengan rasa yang
berbeda-beda, sewaktu kurasai rasanya hampir mirip-mirip gitu. Katanya airnya
ada 7 rasa, disetiap pancuran itu rasanya beda-beda. Diyakini kalau air ini
bisa menjadi obat, kamipun mengambil air itu sebelumnya kami membilang horas
dulu, mencuci muka dengan itu dan
meminumnya. Setelah selesai, kamipun mandi disana. Ada pancuran khusus mandi
hihi, airnya segar loh hihi. Setelah semuanya selesai, kamipun pulang ke camp kami.
Keesokan harinya, jam 6 kami udah dibanguni dengan
cara merubuhkan tenda kami alias membukanya. Mau tak mau ya mesti bangun dari
tidur haha, dan kemudian kamipun menyusun barang untuk persiapan pulang.
Sebelum pulang, kami menyempatkan ke pasir putih untuk mandi dan makan siang.
Kemudian kamipun pulang, sebelum kami semua berpisah kami masih sempat
menunjukkan kebersamaan kami di Mie Pansit YY di jalan Gereja.
Ini lagi lebih meng-ehem-kan, ketika hendak makan. Setelah
sampai disana, kami berbagi tugas dan ini masalah memasak. Hari pertama itu
kami kayak makan nasi panggang, kayak makan nasi kerupuk juga. Ya
gapapa, guru terbaik adalah pengalaman. Jangan sampai jatuh pada lubang yang
sama, nasi berikutnya ya ga kayak
sebelumnya. Dan selama disana, mendadak perbaikan gizi dengan sering menyantap
mie #ups
Se-meng-ehem-kan-nya masalah makan itu, lebih meng-ehem-kan lagi
masalah mau tidur, kenapa? Ya karena semua maradu
jugul. Kami tidur layaknya anak jalanan yang dimana ada tempat kosong ya
disitulah tidur, karena setelah selesai makan semua langsung berlomba tidur.
Silap awak sikit langsung susah dapat tempat tidur. Aku bisa dikatakan salah
satu korban selama tidur, aku tidur berlawanan arah dengan teman-temanku, celah
yang kosong untuk tempatku sangatlah sempit. Akupun nyempil disitu dan mencoba menggeser kaki mereka supaya aku bisa
tidur, dan akhirnya berhasil akupun bisa tidur tapi apa daya kenyataan
bertentangan dengan harapan. Aku terbangun sekitar jam dua pagi, bukan karena
aroma mistis ataupun mimpi buruk tetapi karena ulah kawan-kawan yang
disekitarku. Mereka bernama Riris dan Esri, yang dua ini lasak kali tidurnya, setengah jam aku hanya melihat-lihat mereka
yang tidur satu tenda denganku. Aku melihat gaya tidur mereka, model mulutnya,
kaki, mengorok, dsj. Setengah jam
berlalu, akhirnya akupun menggeser kaki kedua temanku karena keberadaanku
dibawah kaki mereka layaknya bola yang sangat cocok untuk ditendang. Mulai dari
perut hingga wajah, dari kiri aku diserang dari kanan aku diserang dan dari
atas juga. Sedikit palak dan mau
marah, tapi gatau mau marah sama siapa ya terakhir jadi ketawak ajalah. Setelah
temanku yang bernama Esri, bangun dia berkata,”Siapa yang tidur didekat kakiku?
Kupikir tadi tas, sorry ya Tri” berulang kali aku mendengar ucapan itu ya
ujungnya aku ketawak aja karena aku tiba-tiba teringat sama kentut kawanku yang
kayak kereta api hihi *ups
Aku banyak belajar dari ketiga kegiatan itu, dan pelajaran yang paing
banyak kudapati itu ya ketika camping,
outbound, dan retret. Aku bersyukur
bisa merasakan semuanya itu, beryukur bisa jumpa sama kawan-kawan penghuni
kelas besar SMA Budi Mulia sekalipun kita beraneka ragam. Sering banyak
masalah, apalagi kalau mau rapat. Kita luar biasa! Ejekan kalian membuatku
semakin kuat dan semakin menyadari ternyata itu belum ada apa-apanya. Thank you
guys, thank you La Classe Laissez Paire, thank you Mr. Malla, thank you Budi
Mulia SHS, thank you all and especially thank you God for everything!
0 komentar:
Posting Komentar